Sabtu, 25 Mei 2013

Masalah di Perbatasan RI

Adanya rekruitmen warga negara Indonesia menjadi anggota pasukan paramiliter Malaysia (Askar Wataniah) di perbatasan Indonesia-Malaysia kawasan Kalimantan bergulir dan menjadi komoditas politik.

            Masalah perbatasan antarnegara menjadi perhatian publik internasional saat masalah kejahatan transnasional dianggap sebagai ancaman serius. Salah satu kawasan yang dianggap rentan karena suburnya sindikat kejahatan transnasional adalah kawasan perbatasan di Asia Tenggara, baik di darat maupun perairan. Keseriusan (atau kecemasan) global ini dipicu serangan 11 September 2001 dan kebijakan penangkalnya dalam war against terrorism regime.

Masalah Kesejarahan
             Mengurut ke belakang, masalah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan menyisakan persoalan historis dan berakibat hingga kini. Perbatasan Kalimantan merupakan kawasan konflik saat Soekarno melancarkan konfrontasi mengganyang Malaysia. Ribuan pasukan reguler dan paramiliter dikerahkan untuk menyokong politik konfrontasi itu.

              Realitas kawasan perbatasan Kalimantan yang rentan dan pertahanan yang rapuh menyuburkan bisnis-bisnis ilegal yang terkait kejahatan transnasional, misalnya illegal logging, perdagangan perempuan, dan pengerahan buruh migran tak berdokumen (undocumented migrant workers).
Ironinya, banyak perkebunan swasta dan BUMN Malaysia memanfaatkan buruh migran Indonesia tak berdokumen yang diselundupkan lewat jalur-jalur tikus yang jumlahnya ratusan di sepanjang perbatasan Kalimantan (Investigasi Migrant CARE, 2004-2005). Kajian Sidney Jones (ICG) mengindikasikan, kawasan perairan Laut Sulawesi atas yang membatasi Indonesia, Malaysia, dan Filipina adalah pasar gelap senjata dan amunisi untuk konflik di Ambon, Poso, dan Moro (Filipina Selatan).

              Dengan menelisik kompleksnya masalah di perbatasan Indonesia-Malaysia, kabar rekruitmen warga Indonesia menjadi paramiliter Askar Wataniah tidak harus ditanggapi secara reaksioner dan menjadi komoditas politik, tetapi harus menjadi pembelajaran dari kegagalan kita mengelola perbatasan. Masalah perbatasan bukan hanya masalah menjaga, tetapi juga menyejahterakan masyarakat pemangku perbatasan.
Melihat kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Malaysia kali ini, tentunya kita harus mengantisipasinya dengan tepat. Pihak TNI sendiri memberi solusi dengan membangun sabuk perbatasan, yaitu jalan perbatasan yang dianggap penting untuk mengatasi kondisi medan yang sulit ditempuh.

             Dengan dibangunnya sabuk perbatasan tersebut, oleh beberapa kalangan diyakini pencurian kayu oleh Malaysia dan pemindahan patok batas tidak akan berani dilakukan. Di samping itu, ketegasan pemerintah terhadap Malaysia yang berulangkali melakukan kecurangan hubungan bilateral sangat perlu dilakukan.

 A. Masalah Perbatasan

1. Selat Malaka

Seperti halnya negara-negara berkembang lainnya di kawasan Asia, masalah perbatasan
merupakan masalah yang kerap dihadapi. Tumpang tindih pengaturan ZEE dengan beberapa negaratetangga juga berpotensi melahirkan friksi dan sengketa yang dapat mengarah pada konflik
internasional. Kaitannya dengan hubungan Indonesia-Malaysia, masalah perbatasan dapat terlihat dalam kasus Selat Malaka dimana kawasan perairan tersebut diklaim oleh beberapa negara yaitu Singapura, Malaysia, dan termasuk Indonesia. Kenapa Selat Malaka begitu penting? Karena Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang menghubungkan antara negara-negara barat dengan negara-negara timur, sehingga kawasan ini merupakan kawasan yang strategis bagi jalur perdagangan. Masalah Selat Malaka sempat akan diinternasionalisasikan, namun tidak jadi karena cukup negara-negara pantai yang menjaga perairan tersebut, yaitu Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Penjagaan Selat Malaka dilakukan dengan cooperative security, dimana masing-masing angkatan laut negara-negara pantai melakukan patroli bersama di sekitar wilayah perairan selat Malaka. Hingga sekarang masih belum jelas status dari Selat Malaka merupakan bagian dari wilayah
negara mana.

2. “Hilangnya” Pulau Sipadan-Ligitan dan masalah Ambalat

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dan terdapat pulau-pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Namun kondisi geografis tersebut kurang diperhatikan oleh pemerintah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dari Indonesia. Hal ini terbukti dengan “hilangnya” Pulau Sipadan-Ligitan, kejadian ini membuat hubungan Indonesia-Malaysia makin memanas. Sebenarnya skenario “pengambilalihan” Pulau Sipadan-Ligitan telah dipersiapkan sejak lama oleh Malaysia tinggal menunggu waktu yang tepat dan tiba-tiba pada tahun 2000 Malaysia membawa masalah Sipadan-Ligitan ke International Court of Justice (ICJ) yang pada kahirnya dimenangkan oleh Malaysia. Kejadian membuat hubungan Indonesia-Malaysia merenggang dan slogan “ganyang Malaysia!!” kembali terdengan di Indonesia.

Hubungan RI-Malaysiapun makin tegang dan menyeret konflik yang lebih luas. Setelah
mendapatkan Sipadan-Ligitan, Malaysia berambisi menduduki Ambalat yang diduga mengandung minyak dan gas bumi yang nilainnya amat besar mencapai miliaran dollar Amerika4. Krisis hubungan ini dimulai sejak PETRONAS (perusahaan minyak milik Malaysia) memberikan konsesi pengeboran minyak lepas pantai Sulawesi yaitu di blok Ambalat kepada SHELL (perusahaan milik Inggris danBelanda) yang mengakibatkan hubungan Indonesia-Malaysia mengalami ketegangan yang mencemaskan. Dengan munculnya isu Ambalat tersebut, barulah Indonesia meresponnya dengan mengirim armada-armada angkatan lautnya untuk mengamankan blok Ambalat dan bahkan beberapa kali kapal-kapal perang Indonesia dan Malaysia salilng berhadapan dan nyaris baku tembak5. Namun kedua pihak dapat menahan diri, jika salah satu pihak mulai menembak maka dapat terjadi perang terbuka antara Indonesia-Malaysia.

Semua kelalaian pemerintah tersebut berakibat fatal terhadap utuhnya wilayah NKRI.
Pertahanan dan keamanan kita terlalu berfokus pada aspek darat dan mengabaikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Pemerintah juga terlalu lama berkutat dalam masalah ekonomi, politik, korupsi, lalu kurang memperhatikan kondisi pulau-pulau terluar wilayah Indonesia yang menjadi pintu masuk bagi berbagai ancaman dari luar sehingga pada saat muncul konflik pada saat itu pula pemerintah baru sadar dan bertindak untuk mengamankannya.


B. Persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal

Masalah tenaga kerja asal Indonesia, khususnya TKI ilegal, telah sejak lama menjadi ganjalan dalam hubungan Indonesia-Malaysia. Seperti yang diketahui bahwa Indonesia adalah pemasok tenaga kerja (baik legal, maupun ilegal) paling banyak ke Malaysia yang rata-rata bekerja sebagai buruh pabrik atau pembantu rumah tangga. Banyaknya kejadian penganiayaan, pelecehan seksual, hingga tidak dibayarkannya gaji oleh majikan merupakan masalah yang kerap dihadapi oleh para TKI ilegal di Malaysia dan jika masalah ini diperkarakan secara hukum maka para TKI akan terbentur status mereka yang ilegal. Memang benar Malaysia akan menghukum semua tenaga kerja ilegal dari negara manapun. Tetapi tenaga kerja pendatang paling banyak di Malaysia berasal dari Indonesia (TKI) dan yang menjadi persoalan mengapa pemerintah Malaysia hanya menghukum para TKI ilegal, bukan menghukum para majikan yang senang memakai TKI ilegal dan memperlakukan mereka secara semena-mena. Pemerintah Malaysia terkesan hanya keras terhadap TKI ilegal tanpa mau bersikap keras terhadap warganya yang sengaja menjadi penadah TKI ilegal.

Persoalan TKI ilegal termasuk dalam Trans Orginized Crime (TOC) yang bersifat lintas batas negara sehingga diperlukan pengawasan di daerah perbatasan, baik di laut maupun darat terhadap lalu lintas penyaluran penyaluran TKI ilegal. Hal ini untuk menghindari makin banyaknya TKI ilegal di negara-negara tetangga. Diplomasi Indonesia dalam melakukan lobi-lobi untuk membela hak-hak TKI ilegal termasuk kurang “greget”, Indonesia kurang berani “menekan” untuk membela warganya sehingga masih terdapat TKI-TKI ilegal yang mengalami pelanggaran HAM. Hingga saat ini, 330.000 TKI yang sudah tiba di tanah air dengan memanfaatkan amnesti, sementara sekitar 400.000 TKI akan dideportasi karena tidak memiliki dokumen.
Data Perbatasan Milik Indonesia Dinilai Tidak Lengkap 


Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufik Kiemas menyarankan pemerintah melakukan perundingan soal perbatasan kedua negara di Camar Bulan dan Tanjung Datu, wilayah Kalimantan Barat, dengan Malaysia. Karena, jika permasalahan ini dibawa ke Mahkamah Internasional, ia yakin Indonesia bakal kalah.

            Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mengungkap informasi intelijen soal adanya pergeseran batas wilayah di Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Menurutnya, batas wilayah Indonesia bergeser hingga 3,3 kilometer dari posisi asal. Indonesia pun berpotensi kehilangan wilayah sebesar 1.500 hektare. Menurutnya, sejumlah Polisi Diraja Malaysia juga dikabarkan telah berpatroli di wilayah ini.

            Selain itu, di Tanjung Datu, Malaysia juga dikabarkan telah membangun pusat konservasi penyu. Mereka juga membangun taman nasional yang dijadikan sebagai daerah tujuan pariwisata bertaraf internasional. Malaysia kabarnya juga telah membangun dua mercusuar di wilayah ini. TB Hasanuddin mengatakan pencaplokan ini sudah terjadi sejak lima tahun lalu.

     
   Namun, kabar ini dibantah oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto. Menurutnya tak ada batas wilayah Indonesia yang dicaplok oleh Malaysia. Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa beberapa hari lalu di Komisi I DPR menyatakan bahwa masalah ini terjadi karena terdapat perbedaan standar peta yang digunakan oleh DPR dan pemerintah.

DPR menggunakan peta perjanjian Belanda-Inggris tahun 1891. Sementara pemerintah berpedoman pada MoU 1978 antara Indonesia dan Malaysia. MoU inilah yang dipertanyakan oleh DPR. Mereka mempertanyakan mengapa batas wilayah pada 1978 dengan 1891 terjadi perbedaan.

              Berdasarkan pemaparan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dalam rapat dengan Panja Perbatasan di DPR kemarin, memang terungkap data bahwa peta tahun 1891 yang digunakan DPR sebagai acuan memang tidak sedetil milik Malaysia. Menurutnya, peta milik pemerintah Indonesia berskala 1:1.500.000, sedangkan Malaysia memiliki peta dengan skala yang lebih detil 1:50.000. Karena itulah, Indonesia kesulitan untuk mengklaim batas wilayah perbatasan.


              Dalam pemaparan itu, Kemendagri juga mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya telah dua kali meminta perundingan kembali batas wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datu pada 2001 dan 2002. Namun, Malaysia malah balik mengancam tak mau membahas sembilan masalah batas wilayah lainnya jika Indonesia mempermasalahkan wilayah ini. Menurut mereka, masalah Camar Bulan dan Tanjung Datu telah selesai dengan MoU 1978 itu.

              Soal ancaman Malaysia ini, Taufik Kiemas membantahnya. Menurut Taufik, Malaysia bersedia untuk merundingkan kembali soal ini dengan Indonesia. Ia mendapatkan kepastian itu dari mantan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi, yang juga pejabat teras di partai bepengaruh Malaysia, UMNO. "Kalau kemarin yang dikatakan Abdullah Badawi beliau mau-mau saja berunding," ujarnya.

Konflik antar dua negara
1963: Pada tahun 1963, terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia. Perang ini berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961 (Lihat: Konfrontasi Indonesia-Malaysia).

·         2002: Hubungan antara Indonesia dan Malaysia juga sempat memburuk pada tahun 2002 ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan diklaim oleh Malaysia sebagai wilayah mereka, dan berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional (MI) di Den Haag, Belanda bahwa Sipadan dan Ligitan merupakan wilayah Malaysia. Sipadan dan Ligitan merupakan pulau kecil di perairan dekat kawasan pantai negara bagian Sabah dan Provinsi Kalimantan Timur, yang diklaim dua negara sehingga menimbulkan persengkataan yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade. Sipadan dan Ligitan menjadi ganjalan kecil dalam hubungan sejak tahun 1969 ketika kedua negara mengajukan klaim atas kedua pulau itu. Kedua negara tahun 1997 sepakat untuk menyelesaikan sengketa wilayah itu di MI setelah gagal melakukan negosiasi bilateral. Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan pada Mei 1997 untuk menyerahkan persengkataan itu kepada MI. MI diserahkan tanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa dengan jiwa kemitraan. Kedua belah pihak juga sepakat untuk menerima keputusan pengadilan sebagai penyelesaian akhir sengketa tersebut.



·         2005: Pada 2005 terjadi sengketa mengenai batas wilayah dan kepemilikan Ambalat.

2007: Pada Oktober 2007 terjadi konflik akan kepemilikan lagu Rasa Sayang-Sayange dikarenakan lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar Oktober 2007. Sementara Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor mengatakan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu Kepulauan Nusantara (Malay archipelago), Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi ini sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu hanya mengada-ada. Gubernur berusaha untuk mengumpulkan bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia.

April 2011: Pada bulan April 2011 dua negara ini kembali digegerkan dengan kasus penangkapan nelayan Malaysia yang tertangkap tangan oleh petugas Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia. Belakangan terungkap bahwa posisi dari penangkapan yang terjadi tidak akurat dikarenakan alat GPS petugas Indonesia yang tidak berfungsi.

April 2011: Pada bulan yang sama, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan didirikannya Museum Kerinci di Malaysia. Gedung ini berdiri atas kerja sama Malaysia dengan Pemkab Kerinci, Indonesia. Kedua pihak berharap keberadaan museum akan mempererat hubungan Kerinci-Malaysia. Namun masyarakat Indonesia banyak yang menyayangkan pendirian museum ini.


Oktober 2011: Pada Oktober 2011 Komisi I DPR RI menemukan adanya perubahan tapal batas negara di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat yaitu Camar Bulan & Tanjung Datuk. Pemerintah Indonesia diminta untuk menginvestigasi masalah ini secara hati-hati.

PUISI BUAT BUNDA

Ibunda...

Di tirai pagi kubersandar pada dinding kesedihan
Di senandung alam kuberbaring pada rajutan kerinduan

Ibunda...
Telah jauh jarak antara kutub-kutub tubuh kita
Membentang kerinduan didalam anak-anak sungai diujung mata kita

Ibunda...
Coba kukumpulkan keindahan dunia untuk ganti hadirmu
Coba kupilah yang terbaik untuk isi kerinduanku

Tapi bunda...
Dunia takkan mampu menggantikanmu
Pilahan yang terbaik takkan lagi coba kuisi dalam rinduku

Dunia...ah apalah arti dunia ketika surgapun ditelapak kakimu
Menopang segala yang ada ditubuh, hati dan luangan kasih sayangmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam rahimmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam gendonganmu
Hingga begitu indah setiap detik dalam pangkuanmu
Hingga derita kau rasa indah demi anandamu

Lalu...kenapa hanya rindu yang ananda punya untuk ibunda

Tidak bunda...
Rindu ini hadir dalam Doa anandamu
Agar surga selalu hadir untukmu
Bukan hanya ditelapak kakimu

Potensi Geografis Indonesia

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar di sekitar khatulistiwa, dan memiliki iklim tropis. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6° Lintang Utara - 11° Lintang Selatan dan dari 95° Bujur Timur - 141° Bujur Timur. Indonesia juga berada pada zona cincin api yaitu daerah patahan yang rawan gempa. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki posisi geografis yang sangat unik dan strategis. Hal ini dapat dilihat dari letak geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasific. Letak geogrfis Indonesia sekaligus berada di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania.

Indonesia memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional. Posisi ini menempatkan Indonesia berbatasan laut dan darat secara langsung dengan 10 (sepuluh) negara tetangga di Asia Tenggara. Di darat, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan dengan Timor-Leste. Sedangkan di laut, Indonesia berbatasan dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua New Guinea, Ausralia dan Timor-Leste. Letak dan jumlah pulau di Indonesia yang begitu banyak menjadi kekuatan dan kesempatan. Kekuatan dan kesempatan itu bisa diperoleh jika pulau-pulau yang sebagian besar merupakan kepulauan yang subur dan kaya diolah dengan baik. Dengan kemampuan menggali dan memanfaatkan potensi kekayaan alam yang ada, Indonesia akan banyak memiliki pilihan produk yang dapat dikembangkan sebagai komoditi perdagangan, baik untuk pasar lokal maupun untuk pasar internasional. Dan dengan keindahan dan keanekaragaman budaya kepulauan tersebut dapat menjadi sumber penerimaan negara andalan atau devisa melalui sektor industri pariwisata.

Selain kekuatan dan kesempatan Indonesia juga dapat memperoleh kelemahan dan ancaman di bidang ekonomi yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu masih banyaknya masyarakat Indonesia yang sedikit saja menikmati kekayaan alam yang ada di Indonesia. Selain itu masih banyak pihak luar yang secara ilegal mengambil kekayaan alam Indonesia di berbagai kepulauan, yang secara geografis memang sulit untuk dilakukan pengawasan.

Dengan kondisi dan letak geografis seperti ini, dituntut koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengamankan kepulauan Indonesia tersebut dari pihak-pihak yang tidak berhak menggunakan atau memilikinya. Di pihak lain, banyak dan luasnya pulau menuntut suatu bentuk perencanaan dan strategi pembangunan yang cocok dengan keadaan geografis Indonesia. Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin monsoon barat dan monsun timur. Iklim yang dimiliki ini menyebabkan Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim yang demikian itu menyebabkan beberapa produk hasil bumi dan industri menjadi sangat spesifik. Dengan demikian diperlukan usaha untuk memanfaatkan keunikan produk Indonesia tersebut untuk memenangkan persaingan di pasar lokal maupun dunia. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan tambang dan seperti telah sejarah buktikan, salah satu jenis tambang di Indonesia, yakni minyak bumi pernah menjadikan negara Indonesia memperoleh dana pembangunan yang sangat besar, sehingga pada saat itu target pertumbuhan ekonomi kita berani ditetapkan sebesar 7,5 % ( masa Repelita II ). Meskipun saat ini minyak bumi tidak lagi menjadi primadona dan andalan komoditi ekspor Indonesia, namun Indonesia masih banyak memiliki hasil tambang yang dapat menggantikan peran minyak bumi sebagai salah satu sumber devisa negara. Selain minyak bumi Indonesia juga memiliki hasil tambang lain seperti biji besi, timah, tembaga, batu bara, emas, gas bumi dan lain-lain.

Letak geografis merupakan salah satu determinan yang menentukan masa depan dari suatu negara dalam melakukan hubungan internasional. Meski untuk sementara waktu diacuhkan, kondisi geografis suatu negara sangat menentukan peristiwa-peristiwa yang memiliki pengaruh secara global. Robert Kaplan menuturkan bahwa geografi secara luas akan menjadi determinan yang mempengaruhi berbagai peristiwa lebih dari pada yang pernah terjadi sebelumnya (Foreign Policy, May/June, 09). Di masa yang akan datang, eksistensi Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan letak geografis Indonesia itu sendiri. Sehingga pengelolaan sumber daya alam, wilayah perbatasan dan pertahanan yang baik sangat diperlukan di Indonesia. Hal lain yang vital untuk dilakukan adalah mempersiapkan segala sarana dan prasarana yang memadai, seperti sarana telekomunikasi, perdagangan, pelabuhan laut, dan udara.


       Dampak positif dari letak geografis Indonesia ini tentu sangat menguntungkan dalam pertumbuhan ekonomi terutama jika dimanfaatkan sebagai lalu lintas perdagangan. Namun karena letak geografis Indonesia yang strategis pula, sejak dulu Indonesia menjadi arena perebutan pengaruh pihak asing. Indonesia telah beberapa kali melalui periodisasi penguasaan dan perebutan pengaruh, mulai dari Portugal, Belanda, hingga Amerika Serikat dan Uni Soviet di era Perang Dingin. Di masa mendatang tidak menutup kemungkinan Indonesia akan kembali menjadi wilayah perebutan pengaruh oleh negara-negara besar. Hal ini bisa dilihat dengan kemunculan China sebagai hegemoni baru di kawasan Asia bahkan dunia yang telah menggeser eksistensi kekuasaan dan pengaruh Amerika Serikat.